Sabtu, 02 Februari 2013
Teman Kedua
Hari-hariku berjalan normal. Sebelum akhirnya sebuah kepercayaan luluh terlantahkan. Hanya dengan beberapa kata yang berbeda, aku bisa tersakiti. Hanya satu huruf pun bagiku berbeda arti. Titik koma, emot bahagia. Sudah berbeda dalam presepsiku. Kamu tahu? Jawabannya pasti tidak. Aku tersenyum bahagia ketika kalian "menoleh". Tetapi menangis terisak ketika kalian berjalan tegap ke depan. Aku selalu bisa bersembunyi. Karena tidak ada yang mencari. Aku dicari hanya untuk sekedar basa-basi. Aku berusaha tidak acuh. Tapi sulit. Akhirnya, aku tetap berpura-pura bahagia. Aku hanya bisa tertawa ketika mereka bersama. Aku cuma sanggup melihat ketika mereka berkelana. Seringkali aku hancur mendapati kenyataan bahwa aku bukan bagian dari mereka. Bahwa aku hanyalah setitik embun yang jatuh dan menghilang dari balik tanah. Aku lelah ketika harus menyelesaikan semua sendirian. Ketika aku berfikir bahwa itu adalah tanggung jawabku. Sejujurnmya, itu adalah hal bodoh yang KERAP KALI aku lakukan. Hanya dengan kata-kata aku mampu terjatuh. Mengikuti alunan musik yang mengiringiku. Walau hanya sekedar musik dari angin yang berhembus. Aku meluangkan waktu, membiarkan hari-hariku membatu. Tapi, cuma kesenangan sementara yang aku dapat. Bodoh memang. Tapi bagaimana lagi? aku hanyalah manusia yang diciptakan untuk menjadi robot bagi orang lain. Aku ingin menjadi orang yang jahat. Aku lelah menjadi orang baik. Atau lebih tepatnya berpura-pura baik. Hatiku emang udah kebal, tapi kalo ditusuk terus ya tetep bisa berlubang. Bisa sakit. Tapi, seenggaknya aku mengerti beberapa hal. Bahwa teman tidak sejati, bahwa persahabatan terkadang tak murni.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar