CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 22 Januari 2021

Tugas 8_Okta Islamiati_S2PMAT

"Penerapan dan Refleksi Filsafat pada Mata Pelajaran Peluang"

Matematika merupakan suatu bahasa yang menyimbolkan serangkaian makna dari pernyataan-pernyataan yang ada. Simbol dalam matematika bersifat atifisia yang mempunyai arti setelah makna diberikan kepadanya. Tanpa sifat tersebut, matematika hanya kumpulan rumus yang tidak memiliki makna. Secara umum, matematika merupakan pengetahuan yang dibentuk berdasarkan logika deduktif. Immanuel Kant, dalam bukunya The Critique of Pure Reason menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang bersifat sintetik apriori.

Kant menyebut pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman sebagai apriori sedangkan pengetahuan yang bergantung pada pengalaman disebut sebagai aposteriori. Kant berpendapat bahwa proposisi adalah apriori jika universal. Proposisi ini tidak dapat disangkal tanpa kontradiksi jika tidak mungkin salah. Sedangkan untuk aposteriori dalah pengetahuan yang diperoleh melalui indera. Selanjutnya, terdapat perbedaan pula antara analitik dan sintetik menurut Kant. Sebuah proposisi akan bersifat analitik jika konsep predikat sudah ada dalam konsep subjek sehingga karakteristik analitik adalah penilaian tersebut dapat diketahui kebenaranya berdasarkan definisi (dengan analisis konsep). Contohnya “bola itu bulat”. Pernyataan tersebut benar karena predikat bulat terkandung dalam subjek, yaitu bola. Sedangkan sintetik adalah kebalikannya dimana konsep predikat belum ada dalam konsep subjek. Contohnya “bola itu berwarna biru.” Sehingga dalam penilaian sintetis perlu menambahkan “sesuatu” pada konsep, sedangkan analitik cukup menjelaskan apa yang sudah ada dalam konsep.

Para ahli sebelum Kant mengangap bahwa semua pengetahuan apriori adalah analitik. Akan tetapi, pendapat-pendapat tersebut dibantah oleh Kant bahwa pengetahuan tentang matematika, prinsip awal ilmu sains, dan metafisika adalah apriori yang bersifat sintetik. Hal ini dibuktikan Kant dengan logikanya bahwa ada hubungan sintetis (sebab-akibat) dimana tidak ada analisi subjek yang akan menghasilkan predikat. Contoh yang digunakan Kant adalah bilangan dalam matematika. Ia menggunakan contoh 7 + 5 = 12. Berdasarkan contoh tersebut, tidak ada analisis yang dapat menyampaikan bahwa 12 termuat dalam 7 ataupun 5. Sehingga Kant berkesimpulan bahwa semua matematika murni adalah sintetik meskipun apriori. Analisis atau penalaran biasa akan mengganggap 7 + 5 = 12 adalah aalitik apriori karena 7 dan 5 dipandang sebagai bagian dari subjek yang dianalisis, sedangkan Kant memandang 7 dan 5 sebagai dua nilai yang terpisah. Artinya, jika nilai lima diterapkan pada nilai 7 maka secara sintetik akan sampai pada kesimpulan logis bahwa keduanya sama dengan 12. Matematika dalam pandangan orang awam hanya sebatas matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung. Pada umumnya, orang berpendapat bahwa matematika adalah hasil pikiran manusia yang kebenarannya bersifat umum. Kebenarannya didasarkan pada kebenran-kebenaran sebelumnya (definisi). Seperti yang disampaikan oleh Kant, pernyataan 2 + 2 = 4 bernilai benar bukan karena analisis tetapi berdasarkan pemikiran logis.

Matematika telah menjadi bagian dari filsafat sebagai filsafat matematika. Filsafat matematika merupakan refleksi mengenai matematika yang memunculkan pertanyaan dan jawaban tertentu (Ernest, 1991). Filsafat matematika dapat muncul dari adanya kontradiksi maupun paradoks. Matematikawan yang mencoba memecahkan kontradiksi dan paradoks tersebut akhirnya terpecah ke dalam beberapa aliran filsafat yang saling bertentangan. Platonisme, Absolutisme, dan Fabilisme adalah contoh aliran filsafat matematika. Platonisme menekankan pada tidak adanya landasan untuk merekonstruksi matematika. Absolutisme menekankan pada tidak adanya kesalahan pada matematika. Dan fabilisme menekangkan pada matematika yang dapat direvisi terus menerus. Aliran absolutisme dibagi lagi menjadi dua, yaitu logisisme dan intuisionisme. Logisisme memandang bahwa matematika adalah logika sedangkan intuisionisme mengklaim bahwa matematika berasal dan berkembang di dalam pikiran manusia. Selain tiga aliran tersebut, terdapat aliran formalisme. Aliran ini sering disebut aliran postulatsional atau aliran aksiomatik dan dalam pendidikan matematika melahirkan jenis matematika yang disebut matematika modern (New Math) seperti yang sekarang diberikan di sekolah-sekolah. Aliran formalisme menganjurkan pendekatan murni abstrak, berangkat dari prinsip awal, dan mendeduksi segalanya dari prinsip awal tersebut. Aliran inilah yang selama beberapa dekade menguasai filsafat matematika. Selanjutnya, filsafat matematika dibagi dalam beberapa bidang:

  1. Epistemologi matematika; membahas refleksi pikiran dari pengetahuan.
  2. Ontologi Matematika; membahas apa yang ada di dalam matematika, termasuk pernyataannya.
  3. Metodologi matematika; mencakup metode yang digunakan, dalam hal ini dikenal metode aksiomatik dan hipotetik deduktif.
  4. Struktur logika; melingkupi kesatuan struktur logis yang nantinya akan menghasilkan suatu kesimpulan logis.
  5. Implikasi etis; penerapan matematika sesuai individu dalam melakukan perhitungan dan mengaplikasikan teorema maupun rumus.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, munculnya aliran-aliran dalam filsafat matematika juga akan berpengaruh dalam kegiatan membelajarkan matematika di lingkungan formal.

Teori peluang merupakan salah bagian dari ilmu matematika yang diajarkan di sekolah formal menyangkut cara menentukan hubungan antara sejumlah kejadian khusus dengan jumlah kejadian sebarang. Teori tersebut muncul berkat analisis seorang matematikawan dan fisikawan bernama Girolamo Cardano (1501-1576) dalam kegiatan perjudian. Kemudian pada tahun 1654, matematikawan bernawa Chevalier de Mere menemukan sistem perjudian dan menemukan asal mula konsep peluang. Sebelumnya telah dibahas bahwa Kant mendeklarasikan matematika sebagai sintetik apriori.

Jacob Bernouli seorang ilmuwan matematika terapan dalam bukunya Ars Conjectandi mengungkapkan strateginya dalam bidang peluang. Sayangnya, buku tersebut terbit setelah ia meninggal sebelum strategi yang ia kembangkan terselesaikan. Teori peluang matematika memiliki banyak penerapan dalam kehidupan yang tidak dapat dibantah, akan tetapi hal tersebut dikemudian hari menimbulkan banyak pertanyaan filosofis. Satu-satunya cara dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis tersebut adalah dengan menggunakan logika. Untuk mengilustrasikan logika yang digunakan, Borovcnik (2014) melakukan sebuah percobaan.

Percobaan yang dilakukan Borovcnik melibatkan satu dadu yang secara teoritis akan memiliki peluang muncul mata dadu masing-masing adalah 1/6 sedangkan secara empiris akan ditetapkan peluangnya melalui percobaan berulang yang hasilnya akan mendekati 1/6. Dua percobaan yang dilakukan ini melibatkan dua sudut pandang. Secara filosofis, tidak bisa ditentukan model mana yang lebih baik dalam menentukan peluang. Terdapat perbedaan pandangan antara kaum strukturalis dan subjektif yang tidak memiliki titik temu. Akan tetapi, beberapa ahli menyatakan bahwa peluang subjektif lebih unggul karena hasil yang diperoleh mendekati kesimpulan peluang. Dalam membelajarkan peluang, tidak ada yang lebih baik, semua tergantung dari bagaimana pendidik mengajarkan kepada anak didiknya dan akan lebih baik lagi jika dapat mengkombinasikan ketiganya. Berdarkan percobaan tersebut, seluruh pernyataan analitik yang sifatnya apriori dengan alasan bahwa kebenaran logika pernyataan tersebut tidak melekat dari pengalaman yang telah kita alami, dimana pernyataan tersebut tidak membutuhkan bukti empiris untuk menilai kebenarannya. Untuk pernyataan yang sifatnya aposteori pasti akan bersifat sintetik karena terdapat informasi tambahan pada subjek yang diperoleh mellaui pengalaman.

Referensi

Borovcnik, M., & Kapadia, R. (2014). A Historical and Philosophical Perspective on Probability. Probabilistic Thinking, 7–34. doi:10.1007/978-94-007-7155-0_2 

Kant, I. (2010). The Critique of Pure Reason. Terjemahan: J.M.D. Meiklejohn.

Prabowo, A. (2009). Aliran- Aliran Filsafat Dalam Matematika. Jurnal Ilmiah Matematika dan Pendidikan Matematika (JMP). 1(2). 26-44.

Shafer, G. (1996). The significance of Jacob Bernoulli’s Ars Conjectandi for the philosophy of probability today. Journal of Econometrics, 75(1), 15–32.



Okta Islamiati Filsafat

#Filsafat #filsafat #Okta #OktaIslamiati

0 comments:

Posting Komentar