Teruntuk, Bapak dan Ibu
Selamat malam, pak, bu. Hari ini entah kenapa aku memikirkan kalian lebih dari yang biasanya. Aku mulai berpikir bagaimana jika aku tidak seperti yang kalian harapkan? Bagaimana jika angan-angan kalian tentang aku berhenti di tengah jalan? Bagaimana jika aku bukan menjadi seperti yang kalian inginkan? Ahh, hal itu terus berputar di kepalaku. Kata-kata kalian yang membanggakanku terus terngiang di telingaku. Pak,bu. Kalian tahu? Terkadang aku lelah. Dengan angan-angan kalian. Dengan semua kata-kata kalian yang membangga-banggakan diriku. Aku tak benar-benar seperti itu sungguh. Jangan menggantungkan beberapa hal kepadaku. Itu berat. Itu beban.
Pak, bu. Aku tahu kalian sudah berjasa sangat besar kepadaku. Aku tahu jika kalian hanya ingin aku menjadi lebih baik dari kalian. Tapi, harapan itu terlalu muluk. Aku sudah berusaha untuk memenuhi beberapa permintaan yang aku rasa aku dapat melakukannya. Tapi, mengapa ketika aku melakukan hal itu, kalian menganggapnya salah? Aku lelah. Aku sudah berkorban banyak hal. Ah, ya. Aku tahu kalian juga berkorban banyak, lebih banyak dari yang aku korbankan. Tapi, mengertilah sedikit. Oke, kalian memang sudah mengerti sangat banyak tentangku . Bahkan mungkin sampai kalian lelah. Ya, kalian benar. Aku tidak pernah tahu rasanya menjadi orang tua. Menahan tangis ketika aku menjawab apa yang kalian katakan. Mendengar amarah ketika aku melakukan apa yang kalian larang. Ya. Aku tidak pernah tahu itu. Tapi kalian tahu? Aku selalu menyesal. Sangat. Ketika aku mengabaikan dan mungkin membentak kalian. Maaf. Benar-benar minta maaf. Mungkin aku tak pantas mengatakan kata maaf. Mungkin kalian hanya ingin mendengar kata terimakasih. Tapi apalah dayaku jika pada akhirnya hanya kata maaf yang terucap?
Pak, bu. Aku hanya ingin kalian memberiku sedikit ruang. Aku tidak meminta kalian untuk membiarkanku melakukan apapun yang aku mau. Tidak. Tapi aku hanya ingin kalian tahu, bahwa aku juga butuh duniaku sendiri. Sesekali, tak bisakah kalian membiarkanku melakukan ini dan itu seperti yang ku mau tanpa berdebat terlebih dahulu? Tapi. Aku bersyukur. Kalian tahu? Jika aku dilahirkan kembali, aku akan tetap memilih menjadi anakmu.
Pak, bu. Aku sayang kalian. Lebih dari siapapun. Lebih dari Super Junior, Yesung, atau siapapun yang pernah aku sebutkan sebelumnya. Hanya saja, aku tak mampu mengungkapkannya. Aku membeku ketika harus mengatakan hal-hal seperti itu. Maaf. Sekali lagi aku mengatakan kata "Maaf." Aku memang bukan anak yang baik, tapi aku akan berusaha menjadi lebih baik. Jika suatu saat aku tak bisa memenuhi permintaan kalian, maafkan aku. Tapi, aku akan berusaha. Mulai sekarang aku akan melakukan yang kalian perintahkan selama aku masih menjadi anakmu dan selama aku mampu. Tolong. Tunggu aku. Jangan dulu menutup mata sebelum aku benar-benar mewujudkan cita-citaku. Sebelum aku bisa berdiri dengan kakiku sendiri, jangan tinggalkan aku dengan dunia yang kejam ini.
Maaf jika terkadang doa-doa dalam sujudku terkadang tak ku tujukan padamu. Maaf jika aku sering menggerutu dan membuat kalian menahan amarah kepadaku. Maaf. Jika aku tak sepandai anak yang lain. Maaf jika aku tak sesempurna yang kalian kira. Maaf. Ini bukan salah kalian. Ini salahku yang tak bisa memanfaatkan waktu dan berbuat sebaik mungkin. Dan terimakasih untuk segalanya. Untuk kasih sayang yang tiada tara. Untuk doa-doa malam yang kalian terutukkan kepadaku. Ini bukan sebuah keluhan, hanya sebuah cerita tentang remaja dalam masa tumbuhnya. Pak, bu. Tolong jangan biarkan doa-doa malamku untuk kalian tergantikan karena kehadiran lelaki. Beritahu aku jika aku benar-benar salah. Terkadang, aku lebih baik kalian marahi daripada kalian diamkan ketika aku berbuat kesalahan. Terimakasih karena tidak lelah menjadi orang tua dari seorang anak yang nakal ini. Terimakasih..
Dari anak kecil yang sedang tumbuh dewasa.
Dari seorang anak nakal, yang terus berusaha menjadi lebih baik.
0 comments:
Posting Komentar