CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 09 Juli 2017

Semesta

Jika kamu bertanya dimana tempat untuk menuliskan setiap rasa, kertas jawabannya. Jika kamu bertanya lagi dimana tempat untuk menggambarkan segala rasa yang ada, kanvas jawaban mutlaknya. Dan jika kamu bertanya tempat  dimana  kamu bisa mencari kejujuran, mata adalah jawaban terbaik. 
Didunia ini semua memiliki satu hal yang pasti. Pernah ada yang berkata, jangan mencari sesuatu tapi biarkanlah sesuatu itu yang mencarimu dengan sendirinya. Tapi kita terlalu takut, jika sesuatu itu tidak dengan segera kita genggam maka ia akan lepas. Karena kita terkadang lupa, ketika kita menggenggam terlalu erat, ia akan tersakiti. Maka dari itu, genggamlah ia secara perlahan. Genggamlah ia lewat doa tengah malam. Biarkanlah Tuhan dan semesta yang mengetahuinya. Karena mungkin saja semesta dan Tuhan akan berkolaborasi utnuk membuat tangan kalian saling menggenggam tanpa menyakiti. 
Bukankah kalian tahu dengan baik bahwa Tuhan adalah penentu mutlak dari segalanya? Dan semesta adalah tangan kanan Tuhan yang menjalankan setiap rencana-Nya. 
Berusahalah walau itu mustahil, tapi ingat jika hasil tak sesuai pikir janganlah merasa kucil. Itu bukan kegagalan tapi awal dari usaha yang akan membuahkan hasil yang besar. Ketahuilah batasmu sendiri, dan jangan pernah memaksa apapun. Karena segala sesuatu pasti akan hilang, entah karena diambil orang atau karena diambil Tuhan. Benarkan?
Mas, kali ini aku melepaskanmu. Tapi doaku tak pernah luput untukmu. 
Kepada Tuhan yang maha membolak-balikkan hati, terimakasih telah memperkenalkannya padaku. Tak ada harap disini agar kecewa tak menghampiri. Kalaulah memang harus pergi itu berarti dia hanyalah persinggahan di dalam ceritaku yang panjang. Ibarat menaiki pesawat, kamu adalah tempatku transit sebelum aku benar-benar turun di bandara tujuanku.


Kamis, 15 Desember 2016

Using Moon Phases to Measure Time

Using Moon Phases to Measure Time
Cultures need to accurately record dates and times for various societal purposes. In ancient times, the sun and moon they’re used as measurement devices because of the scientific understanding of the physical world at that time. Sixth-grade students’ understanding of time was enriched by a four-lesson sequence that integrated science (the constantly progressing lunar cycle), mathematics (what makes a “good” standard unit), and literacy (cultural events dependent on the “time” of year).
There are four lesson or steps to know how ancient scientific measure time. First, we must know about lunar phases and moonlight. Moonlight is light generated by the moon, it isn’t reflected sunlight. They must know the different between a month and a lunar cycle.
Second, we must know about standard units. Knowing about standard units, making comparisons between standard units, and using a standard unit to record the size of an object are critical bits of information when learning to measure. As a standard unit, the lunar cycle would not work well for measuring an Earth year so, the lunar cycle would not serve as a convenient standard unit.
Third, about Hopi astronomers. Hopi astronomers demonstrated scientific and mathematical dexterity in marking the passage of time. They understood rhythms of the moon and Earth and used science, mathematics, and literacy to inform their people. In reality, ancient astronomers measured time using both the sun and the moon to plan associated celebrations. Astronomers knew how to read the moon and sun to adjust calendars to accommodate discrepancies. They told them that the moon is an important cultural artifact because the ancient Hopi successfully used moons to measure an Earth year. One promising result was the general agreement that the moon was a dependable constant, longer than a day and shorter than a season.
Lastly, we must lesson how to describing time. In this lesson, we or the sudents analyze why Hopi use moon phases to measuring time and why the Hopi culture successfully related to time using sun, season, and moon. At the end, students could generalize the notion that time was often understood by studying the moon and other celestial bodies.
Any set of lessons about time measurement needs to know what “time” it is. Knowing how and why a society measures time provides a solid foundation for understanding measurement. Different cultures will have different priorities about what is important in the measurement of time. In this article, it studied ancient time measurement techniques and strategies of the Hopi to dramatize decisions made by the society’s timekeepers that corrected for the mismatch bettheyen the 365.25-day year and iterations of the 29.5-day lunar cycle. Knowing that the lunar cycle will not divide a calendar year, they recognized and named a 13th moon and inserted it whenever it was needed. Studying lunar cycles, culture, and literature allow sixth-grade students to grow in their understanding of standard units.

Source : Janet Sharp, Tracie Lutz, and Donna E. LaLonde, Mathematics Teaching in the Middle School Vol. 21, No. 3, October 2015.

Minggu, 20 November 2016

Aku Mau Kembali..

Rasanya percuma..
Bahkan untuk sampai pada tahap ini, sulit. Sungguh.
Berusaha memperbaiki, tapi ternyata sama saja.
Haruskah aku kembali?
Kepada siapa aku yang dulu?
Toh, tak ada bedanya.
Mencoba terlihat, tapi tetap kasat mata.
Rasanya ini bukan aku, bukan.
Ahh, haruskah aku kembali?
Ku rasa lebih baik begitu.
Aku mau yang dulu.
Baiklah, mari kita lihat apa yang akan aku lakukan besok ;)

with love,
Me :)

Rabu, 26 Oktober 2016

Kemarin aku tergugu, ketika tak sengaja mataku menangkap sosokmu dalam sebuah foto. Ada sebuah rasa yang menyeruak, bukan rindu. Tapi lebih ke seperti ingin bertemu. Aku penasaran, apakah sosokmu masih sama? Apakah rasa itu benar pernah ada? Ingin aku bertanya, tapi kuurungkan. Kumantapkan lagi hatiku. Jika memang kita di takdirkan hanya untuk  sekedar bertemu, maka biarlah rasa ini pergi, dengan cara diam-diam dan jika memang kita ditakdirkan untuk  lebih dari sekedar bertemu, biarlah Tuhan yang mengaturnya. Tapi maaf, aku hanyalah manusia biasa yang tetap berharap bahwa kita dapat bersama, entah kapan.

Senin, 08 Agustus 2016

Nyampah.

Selamat pagi. Ah, dini hari lebih tepatnya.
Apa kabar? Sekarang pukul 01.22 dan aku masih terjaga.
Rasanya menyesakkan ketika kamu menjadi pilihan kesekian, atau mungkin the last choice? Hmm.. "Gak ada yang namanya sibuk. Adanya itu kamu ada di prioritas keberapa buat dia." kayaknya kutipan itu bener ya? Duh.. padahal aku selalu bilang "ngikut kamu aja" atau "aku selo terus kok" atau "sekarang po" well kata-kata kayak gitu kalau keluar dari mulutku basi banget ya kayaknya? Semacam dianggep angin lalu. Maaf, bukannya aku nggak bisa positive thinking, tapi karena terlalu positive thinking makannya lama-lama jadi negative thinking. Atau..sebegitu ngeboseninnya ya main sama aku? Sebegitu buang waktunya kah barengan sama aku? Berulangkali aku tanya gitu. "Apa waktu kalian untuk aku sudah tak tersedia lagi?"
Kalau memang iya, katakan. Jangan buat aku menunggu. Seolah-olah benar-benar akan meluangkan waktu untukku. Aku jenuh.
Mungkin sudah sebulan lebih aku diam. Entah sampai kapan. Tunggu saja hingga moodku membaik dan mungkin chat "sampah" kayak diatas bakal aku send lagi wks.
Bagaimana aku bisa menjangkaumu ketika aku dihadapanmu, kamu malah pergi begitu saja. Bagaimana bisa aku meraihmu ketika kata-kataku hanya dianggap bualan semata.
Ada jarak tak kasat mata diantara kita, entah siapa yang memulainya. Ahh atau mungkin dunia kita terlalu berbeda, ya? Sangaaaaaaat jauh berbeda.
Yah, mau gimana lagi? Berjuang itu harus dilakukan bersama-sama, bukan hanya satu orang.

Minggu, 27 Desember 2015

Ini Kota Istimewa, Bukan Kota Metropolitan

Selamat malam,

Tujuh belas tahun sudah saya menjajaki kota yang istimewa ini. Mendapati keberagaman budaya di setiap sudutnya. Berbagai keramahan melengkapi tata krama. Nyaman. Saya tidak pernah tersesat di sini, saya selalu menemukan tempat untuk kembali. 

Kamis, 08 Oktober 2015

Jadi, Begini Cara Tuhan untuk Membuatku Melupakanmu?


Jadi, seperti ini cara Tuhan untuk membuatku melupakanmu? Perlahan, tapi pasti. Aku sudah mulai lupa apa-apa tentangmu. Bukan secara sengaja, sungguh. Aku terlalu sibuk, menyibukkan diri dengan duniaku hingga lupa bahwa dulu, kamu adalah duniaku. Aku merasa sangat sedih, ketika tiba-tiba saja temanku bertanya tentangmu. Tak sepatah katapun mampu keluar dari bibrku. Aku lemas. Seperti inikah rasanya melupakan secara perlahan? Maafkan aku. Kerap aku bertanya-tanya bagaimana keadaanmu, tapi hanya sebatas itu. Tak ada lagi keinginan untuk mengintipmu lewat media sosialku. Terkbadang, ya hanya terkadang. Jika aku bosan, barulah aku mengingatmu. Mengingat bagaimdana bahagianya aku dulu ketika menyinggung tentangmu. Sekarang aku lupa. Lupa siapa kamu. Tapi kamu juga harus tahu, ketika aku mulai melupakanmu ada sebuah rasa sendu dan rindu. Mengingat dulu banyak hal yang kamu lakukan untukku. Karena kamu aku bertemu dengan orang-orang yang hebat, karena kamu juga aku dapat mengerti banyak perbendaharaan kata. Dan karena kamu, aku dapat melupakan sejenak dunia nyataku, berimajinasi sesukaku.

Senin, 17 Agustus 2015

Aku selalu mempercayai segala hal, entah itu nyata atau tidak. Aku selalu percaya bahwa setiap manusia memiliki rumah untuk kembali. Tapi aku tak pernah tahu, jika suatu saat rumah yang aku yakini itu telah berpindah tangan. Dia tak lagi menjadi rumahku, barang-barangku di dalam sana sudah habis tak berbekas. Aku merasa terusir dari rumahku sendiri, tapi bagaimana lagi jika dari awal aku telah salah memilih tempat persinggahan? Aku bukan di usir, aku hanya harus mencari rumah yang tepat. Aku berjalan kesana-kemari tanpa membawa peta, tak berbekal apapun. Banyak memang yang menghampiri, tapi aku hanya dikasihani. Tatapan mata mereka sama, tatapan iba. 

Sabtu, 07 Maret 2015

Surat untuk Pak Pos

Hai, Mas. Selamat siang.
Mas, di rumahku sekarang sedang hujan lebat. Kamu tahu? Hujan. Air mata langit. Hari ini aku mengingatmu kembali, Mas. Maafkan aku.
Mas, hari ini aku merasa menjadi orang paling tolol sedunia. Kamu tahu kenapa? Karena aku sudah melewatkankan sesuatu yang sangat berharga. Sesuatu yang kerap kali aku impikan. Aku menyesal, Mas. Sangat. Tapi apa boleh buat? Semua sudah berlalu. Andai saja tadi aku lebih berani, andai saja aku menjadi diriku yang biasa ketika aku dengan teman-temanku. Tapi aku gagal, Mas. Dihadapanmu. Aku membeku. Hanya senyum dan tawa. Aku tak mampu berkata. Kamu sekarang sudah berbeda, Mas. Aku baru menyadarinya. Maaf. Karena baru kali ini aku melihatmu dari jarak sedekat itu. Menurutku. Sudah ya, Mas. Segini saja aku mengenangmu. Hujan juga sudah reda. Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir hari ini, Mas.

Selasa, 13 Januari 2015

A Letter

To : Oppa

Oppa, Annyeong :-) 
Oppa. I want to tell you a story. The stories that all of fangirl around the world have done. 
Oppa, i had to like you for a long time ago. I like your smile, your laugh and your habit though. Do you want to know when it started? First, i just know your name from my schoolmates. I listen to your song. I watched all of your MV. And I'm happy when you won a throphy from comeback. Yeah, just like that. Really simple, right? I never imagine a strong feeling like that. But i felt it already. now, i know the feeling of liking someone. How happy i'm to saw your smile. How to laughing when other's fooling around me. I was happy all the time.  Do you know, Oppa? When i being tired from school, i saw you and magically i didnt felt that again. I became happy and forgot all of the matters.