Rabu, 26 Oktober 2016
Senin, 08 Agustus 2016
Nyampah.
Apa kabar? Sekarang pukul 01.22 dan aku masih terjaga.
Rasanya menyesakkan ketika kamu menjadi pilihan kesekian, atau mungkin the last choice? Hmm.. "Gak ada yang namanya sibuk. Adanya itu kamu ada di prioritas keberapa buat dia." kayaknya kutipan itu bener ya? Duh.. padahal aku selalu bilang "ngikut kamu aja" atau "aku selo terus kok" atau "sekarang po" well kata-kata kayak gitu kalau keluar dari mulutku basi banget ya kayaknya? Semacam dianggep angin lalu. Maaf, bukannya aku nggak bisa positive thinking, tapi karena terlalu positive thinking makannya lama-lama jadi negative thinking. Atau..sebegitu ngeboseninnya ya main sama aku? Sebegitu buang waktunya kah barengan sama aku? Berulangkali aku tanya gitu. "Apa waktu kalian untuk aku sudah tak tersedia lagi?"
Kalau memang iya, katakan. Jangan buat aku menunggu. Seolah-olah benar-benar akan meluangkan waktu untukku. Aku jenuh.
Mungkin sudah sebulan lebih aku diam. Entah sampai kapan. Tunggu saja hingga moodku membaik dan mungkin chat "sampah" kayak diatas bakal aku send lagi wks.
Bagaimana aku bisa menjangkaumu ketika aku dihadapanmu, kamu malah pergi begitu saja. Bagaimana bisa aku meraihmu ketika kata-kataku hanya dianggap bualan semata.
Ada jarak tak kasat mata diantara kita, entah siapa yang memulainya. Ahh atau mungkin dunia kita terlalu berbeda, ya? Sangaaaaaaat jauh berbeda.
Yah, mau gimana lagi? Berjuang itu harus dilakukan bersama-sama, bukan hanya satu orang.
Minggu, 27 Desember 2015
Ini Kota Istimewa, Bukan Kota Metropolitan
Kamis, 08 Oktober 2015
Jadi, Begini Cara Tuhan untuk Membuatku Melupakanmu?
Senin, 17 Agustus 2015
Sabtu, 07 Maret 2015
Surat untuk Pak Pos
Mas, di rumahku sekarang sedang hujan lebat. Kamu tahu? Hujan. Air mata langit. Hari ini aku mengingatmu kembali, Mas. Maafkan aku.
Mas, hari ini aku merasa menjadi orang paling tolol sedunia. Kamu tahu kenapa? Karena aku sudah melewatkankan sesuatu yang sangat berharga. Sesuatu yang kerap kali aku impikan. Aku menyesal, Mas. Sangat. Tapi apa boleh buat? Semua sudah berlalu. Andai saja tadi aku lebih berani, andai saja aku menjadi diriku yang biasa ketika aku dengan teman-temanku. Tapi aku gagal, Mas. Dihadapanmu. Aku membeku. Hanya senyum dan tawa. Aku tak mampu berkata. Kamu sekarang sudah berbeda, Mas. Aku baru menyadarinya. Maaf. Karena baru kali ini aku melihatmu dari jarak sedekat itu. Menurutku. Sudah ya, Mas. Segini saja aku mengenangmu. Hujan juga sudah reda. Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir hari ini, Mas.
Selasa, 13 Januari 2015
A Letter
Senin, 22 Desember 2014
Iri? Mungkin.
Sabtu, 20 September 2014
Lagi.
Kamu harus tahu, jika setiap kata "hai" yang kau ucapkan adalah sebuah candu bagiku. Kata-kata itu bagai meninggikan harapku padamu. Jadi maafkan aku jika tak menyapamu duluan, bukan karena tak mau tapi aku tak sanggup. Harusnya kamu tahu jika aku sedang berpura-pura tak melihatmu. Harusnya kamu sadar jika aku tak mau terikat denganmu.
Rantai takdir kita bukan lingkaran, tapi garis sejajar yang tak berujung. Mungkin ini salahku, menganggap sikapmu meninggikan harap. Mungkin ini salahku berada ditengah-tengah kamu dan dia. Harusnya aku tahu bahwa selamanya jiwa itu menjadi miliknya.
Maafkan aku telah menjadi egois. Membiarkan bayang-bayangmu menemani hari-hariku. Membiarkan hatiku tetap berlabuh padamu.
Aku tak tahu siapa yang akan menang dalam perlawanan ini. Aku tak tahu siapa yang akhirnya akan kau pilih. Dia yang selalu membuat ekor di matamu, atau aku yang terus ada dibelakangmu?
Entahlah. Hanya biarkan rasa sukaku sekedar dalam batas mengagumi. Jangan biarkan aku berdebat dengan hatiku, karena aku tahu aku akan kalah.