CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 07 Agustus 2014

Fifty-fifty. Fake or Real?


            Suatu hari aku bertemu denganmu, seperti kisah klasik ala remaja terdahulu. Ya, aku menemukan sosokmu setelah beberapa lama kita menjadi teman satu sekolah. Selama itu kamu tak sekalipun tertangkap indra penglihatanku, kamu pun sepertinya enggan untuk memasuki dunia itu. Aku tidak yakin aku atau kamu yang pertama kali menyadari kehadiran masing-masing. Sempat aku berpikir, mungkinkah karena aku yang tidak pandai bergaul atau memang kamu yang tak pernah mau dipandang siapapun? Entahlah. Aku baru akan mencari jawabannya ketika dengan tiba-tiba siluetmu kulihat menghampiriku perlahan.

Rabu, 06 Agustus 2014

Teruntuk, Kamu.


Teruntuk, Kamu.
Yang menjungkir balikkan duniaku.
Tintaku telah lama mengering. Kertasku telah lama menjadi usang. Jemariku sudah tak selincah dulu memproklamirkan tentang kamu. Otakku telah berhenti merangkaikan kata indah untukmu. Jantungku telah berhenti berdetak untukmu. Dan hatiku telah lama memilih untuk menutup kembali gerbang yang sempat ia buka. Bukan..bukan karena mereka lelah, hanya saja seluruh tubuhku kini telah terbiasa. Terbiasa tanpa kehadiranmu. Terbiasa tanpa setitik pun kabar darimu. Terbiasa tanpa segalanya tentangmu.

Kamis, 13 Februari 2014

Apa Saja.

Hai Februari~
Hmm sepertinya aku kebanyakan cuap-cuap di bulan Januari, jadi kayaknya Februari ini nggak banyak yang pengen aku ungkapin. Tapi yang jelas, apapun dan bagaimanapun itu, sosok kamu masih tetap sama dimataku. Sosok kamu yang lebih menginginkan dia dibanding aku. Sosok kamu yang hanya menjadikanku halte bis daripada terminal. Well, it's ok. Itu lebih baik daripada aku tidak bisa melihatmu sama sekali. Aku punya sebuah puisi nih, buat kamu. Juga buat siapapun yang mungkin merasa lelah dengan penantian.


Kamis, 30 Januari 2014

Dear, Bias.

Aku melihatmu dari jarak yang tak terhingga. Aku mengagumimu walau aku belum tahu sosokmu secara nyata. Aku merindukan suaramu meski kita tak sekalipun bercengkrama. Ini aneh, bukan? Tapi entah mengapa aku terus melakukannya. Menanti-nenati kapan aku dapat bertemu denganmu. Kerap kali aku menstalking seluruh isi Timeline dan mencuri kabar lewat dunia maya tentang keberadaanmu. Mungkin ini terdengar absurd, seperti aku seolah-olah tergila-gila karenamu. Tapi ini nyata. Sungguh. Mungkin terlihat seperti telenovela atau drama-drama, tapi aku juga tidak menyangka bahwa hal itu akan terjadi padaku. Pernah salah satu temanmu berkata "The hardest thing being a fangirls is when you trully falling in love with your bias." And now, i know the means of that words. Melihat seseorang dari balik layar kaca, mendengar suaranya hanya dari rekaman, itu menyakitkan. Tapi aku kadang berpikir, "Ahh, setidaknya mungkin dia akan menerka bagaimana rupa para fansnya dan mungkin saja aku masuk di anatarnya." Meskipun sedikit kemungkinan, tapi itu cukup. Karena suatu saat aku akan bertemu denganmu secara nyata. Bukan sebagai luckyfans, tapi sebagai seseorang yang yang kamu undang dengan sendirinya. Mungkin. Suatu saat.

Sempat aku terpaku. Bahwa teman-temanku kerap kali berkata bahwa aku mengada-ada. Bahwa ini semua tak nyata. Kerap kali aku bersikukuh. Dia nyata. Karena dia hidup. Dia nyata karena orang-orang bisa melihat dan mendengarnya. Dia nyata, karena aku menyukainya. Bukankah itu cukup? Yayaya. Aku bodoh, memang. Tapi aku lebih suka dibodohi idolaku daripada oleh makhluk bernama cowok yang kerap kali membuat kita melupakan masa depan. Mereka itu berbeda. Idolaku memang tak sempurna. Aku juga tak memuja mereka seolah mereka Tuhan ataupun Rasulku. Aku hanya menyukai mereka. Sama seperti saat kalian menyukai seseorang secara diam-diam. Mengerti?

Sabtu, 25 Januari 2014

Aku Masih Sanksi dengan Persahabatan

Aku Masih Sanksi dengan Persahabatan. Aku masih ragu. Pernah aku terpaku pada sebuah persahabatan, tapi pada akhirnya aku kembali terjatuh. Kadangkala aku merasa ini semua salahku. Karena aku tak bisa menjadi terlalu peduli. Karena aku tak bisa bersikap mengayomi. Ayolah, aku hanya seorang anak kecil yang sedang belajar. Aku bersamamu karena aku ingin tahu banyak hal. Ah, ya. Aku tahu. Ketika kamu mengajariku banyak hal kamu pasti berpikir dengan apa aku akan membalas semuanya kan? Memang seharusnya begitu. Andai kamu tahu bahwa aku membalasnya dengan terus berada disisimu.

Kamis, 16 Januari 2014

Apalah.

Hai. Aku dateng lagi nih. Mau ngepost cerita absurd lagi. He-he.

Hari ini aku sengaja menanti senja. Berharap warna jingganya membawamu kepadaku.
Aku menengadahkan tangan. Membiarkannya terbalut hujan.
Senja dan hujan. Hari yang meyenangkan untukku.
Aku kembali memikirkanmu.
Memikirkan perasaan yang seharusnya belum perlu.

Dear, God.
I'm just a girl who don't know about something feel like that. The feel that i can't handle and controled. 
How it was me? Why you choose me to feel like that? Do you know how tired i am? Don't you know that i felt confused and happy in the same time? For girl like me, it's hurt. Too much. And do you know whats make it so difficult? Cause his like other girl.  Ahh, i cant endure it.

Kamis, 02 Januari 2014

Tolong jangan menyukaiku. Aku tidak pintar. Aku tidak cantik. Aku tidak tinggi. Aku tidak putih. Aku tidak baik. Aku judes. Aku tak semenarik dia, aku tak sepintar dia. Tolong lihat saja seseorang disana yang mengharapkan kamu menjadi miliknya. Hiraukan saja aku sampai garis takdir menginginkan kita untuk bersama. Karena sampai saat ini aku belum ingin mengenal seseorang lebih dalam.

Kamis, 26 Desember 2013

Dunia yang indah itu, apakah benar-benar indah? #1

Ada seorang gadis yang selalu menutup pintunya dengan rapat, dia tak pernah membuka pintu sekalipun ada yang mengetuk. Gadis itu benci dengan kebisingan dan keributan. Meski terkadang ia merasa lelah untuk terus berdiam diri, tapi ia tetap tak mau menengok bagaimana dunia luar. Ia hanya ingin ada seseorang yang menarik tangannya untuk menunjukkan kepadanya bagaimana dunia luar yang orang-orang banggakan dengan segala keributan dan kebisingan yang ada. Ia hanya berjalan-jalan sebentar untuk membeli peralatan yang dibutuhkan atau sekedar membeli makanan.

Jumat, 20 Desember 2013

80 Km/Jam


            Pikiranku kosong. Mataku terpaku lurus. Menatap Jalan Wonosari yang penuh keramaian di sore hari. Aku memacu motorku untuk melaju lebih kencang. 80km/jam kala itu. Angka yang tertera pada speedometerku. Hampir saja aku menarik gasku lebih kencang, sebelum lampu merah menghentikan lajuku. Aku terhenyak. Sejenak. Entah kenapa aku ingin memacu motorku dengan kecepatan penuh. Aku ingin rasa ini. Amarah, benci, kecewa, bahagia, menghilang bersama lajuku yang melawan angin.
            Aku letih. Hujan yang deras sudah mulai mengalir melalui pelupuk mata.  Ahh, segera saja aku meutup kaca dari helmku. Tak ku hiraukan orang-orang yang memandangiku dengan tatapan aneh di perempatan tadi. Aku sudah tak perduli. Air mata ini sudah lelah bersembunyi di dalam hati. Aku tak tahu apa yang sedang aku pikirkan ketika memegang kendali motorku kala itu. Hanya kamu. Entah kenapa, masalah ini selalu berhubungan dengan kamu.

Kamis, 19 Desember 2013

Selamat Malam. Pak, Bu.

Teruntuk, Bapak dan Ibu

Selamat malam, pak, bu. Hari ini entah kenapa aku memikirkan kalian lebih dari yang biasanya. Aku mulai berpikir bagaimana jika aku tidak seperti yang kalian harapkan? Bagaimana jika angan-angan kalian tentang aku berhenti di tengah jalan? Bagaimana jika aku bukan menjadi seperti yang kalian inginkan? Ahh, hal itu terus berputar di kepalaku. Kata-kata kalian yang membanggakanku terus terngiang di telingaku. Pak,bu. Kalian tahu? Terkadang aku lelah. Dengan angan-angan kalian. Dengan semua kata-kata kalian yang membangga-banggakan diriku. Aku tak benar-benar seperti itu sungguh. Jangan menggantungkan beberapa hal kepadaku. Itu berat. Itu beban.